Assalamualaikum,
Gusti nu agung, itulah kalimat pertama ketika mendengar dan membaca berita kalau ibukota Indonesia akan di pindah tahun ini. Kabarnya, hal tersebut sudah akan medekati fixasi. Hebatnya lagi, bukan di pulau jawa, tapi ibu kota akan di pindah ke luar pulau Jawa. Kenapa bisa begitu?
Di masa akhir jabatannya sebagai Presiden, Jokowi memutuskan untuk memindahkan ibu kota karena alasan Jakarta yang sudah ‘tidak sehat lagi’ seperti banjir dan ancaman bencana lain. Secara tidak langsung, Jakarta tidak aman lagi sebagai ibu kota, dan juga menyudutkan Gubernur saat ini, Anies Baswedan karena belum bisa menyelamatkan provinsi yang sebelumnya Jokowi pimpin. Belum lagi program dirinya yang fokus kepada pemerataan infrastruktur membuat Jakarta sudah tidak cocok lagi sebagai wilayah yang harus di perhatikan, sehingga Jokowi memilih daerah lain yang lebih kosong dan lebih luas serta aman dari bencana untuk menjadi pusat pemerintahan. Jadi, bagaimana jadinya jika ibu kota pindah?
Dua pertanyaan besar mampir di fikiran ini. Kenapa dan bagaimana jadinya? Asa ada yang lebih banyak masalah dan program yang sudah jelas-jelas harus di selesaikan dan di prioritaskan. Pemindahan ibu kota memang bukan masalah proritas, tapi bukan masalah yang harus diprioritaskan sekarang. Sehingga, menurut kami, masih banyak hal yang harus di prioritaskan sebelum masa jabatan berakhir. Karena akan berdampak sangat banyak terhadap ekonomi dan pastinya kepada dampak ‘keberisikan’ dan ‘kegaduhan’ yang akan terjadi karena keputusan ini.
Banyak portal media menyebutkan tentang ekonomi. Dan dari banyaknya pengamat ekonomi yang ada, banyak menyebutkan bahwa kebermanfaatan ekonomi yang akan terjadi di ibu kota baru, hanya berlangsung dalam jangka pendek. Karena tidak ada garansi jika ibu kota baru bisa menyumbang banyak manfaat ekonomi secara cepat. Jakarta bisa menjadi besar saat ini pun dibangun dari tahun 1960an saat zaman Soekarno. Jadi, perlu waktu yang sangat lama untuk bisa membuat Jakarta baru. Beda cerita, kalau tujuanya hanya sebagai pusat pemerintahan saja. Bukan pusat ekonomi.
Masih soal ekonomi, banyak yang mengira bahwa pemindahan ibukota ini akan meminjam uang dari negara lain. Aduh, hutang yang kemarin aja masih menggelembung. Kalau di tambah ini, khawatirnya akan membuat periode kepresidenan berikutnya akan lebih sulit melunasinya. Banyak pengamat juga menimbang berat terkait pemindahan ini. Hal ini dikatakan karena beratnya biaya yang harus dikeluarkan. Mungkin biaya pemilu kemarin juga belum tentu bisa mengcover semua biaya yang akan di keluarkan. Bayangkan saja, membangun sebuah ibu kota dari sebuah tempat yang ‘kosong’ sama sekali.
Dilihat dari respon masyarakat, millenial terutama, banyak yang memandang agar pemerintah agar tidak terburu-buru dalam urusan pemindahan ibu kota. Karena yang terburu-buru itu tidak disukai oleh Allah. Masyarakat bahkan berpendapat jika pemindahan ini tidak berdampak juga ke pemindahan kawasan industri. Jadi, asa sama saja. Semuanya harus dimulai dari nol. Nah, apakah nanti pemerintahan baru siap? Gusti, pasti riweh pas di kasih pemerintahan baru dari pemerintahan lama sebuah kebijakan yang akan sangat kontroversial tersebut.
Belum lagi akan timbul masalah-masalah baru yang akan muncul. Dimulai dari mafia tanah, calo tanah dan mafia para pemimpin perusahaan besar akan sangat berkuasa nantinya. Dan menimbulkan banyak kecurangan dan kerugian ekonomi bagi masyarakat. Makin dzhalim nantinya dari keputusan tersebut.
Menurut hemat kami, hal yang paling bijak adalah pemerintah bisa memberikan keputusan ini dari sekrang asalkan tidak langsung pindah. Maksudnya adalah agar ibu kota baru bisa memulai nya dengan perencanaan yang baik dan tidak terburu-buru. Dan baru benar benar pindah nanti setelah semuanya berhasil tumbuh dan berkembang kegiatan ekonominya di ibu kota baru tersebut. Prediksinya sih 50 tahun dari sekarang. Semoga ada umur ya,
Jazakallah
Wassalamualaikum,
0 comments:
Post a Comment