Assalamualaikum,
Lega. Akhirnya. Selesai. Finally. Kata kata tersebut mulai banyak di keluarkan oleh para millenials, terutama, karena hari ini akhirnya semua sudah selesai. Drama pemilihan presiden yang sudah di mulai dari sejak 2016, dilewati dengan pilkada Jakarta 2017, pilkada Jawa Barat 2018, dilanjut tahun ini. Drama media sosial dua kubu pun sudah selesai. Drama nyinyir antar pendukung selesai. Drama hoax selesai. Drama ketegangan selesai. Dan drama drama lain yang tidak terkuak ke media, seharusnya sudah selesai.
Kontestatsi pilpres tahun ini memang sebuah rematch dari pilpres 2014 yang lebih tenang dan nyaman. Petahanan versus oposisi tahun ini memberikan banyak warna yang sangat bisa kita ambil hikmahnya. Dari mulai yang positif hingga ke hal yang harus kita renungi semua. Bahkan, membuat mata melek bagi generasi millenial yang dikenal apatis atau kata gaulnya ialah swing voters alias pemilih yang tidak berkubu. Jadi drama dan warna apa saja yang terjadi selama kontestasi pilpres tahun ini?
- Drama Pilkada Jakarta dan Jawa Barat
Sekilas sebenarnya tak ada hubunganya antara pilpres tahun ini dengan pikada Jakarta dan Jawa Barat. Tapi, kalau di tilik tilik lebih dekat, dua pilkada serentak tersebut adalah awal mula genderang besar pilpres dimulai. Dari sini mulai terlihat mana pendukung pemerintah mana oposisi yang tugasnya mengkritik pemerintah.
Dimulai dengan kasus Ahok, sampai adanya aksi 411 dan 212, kalahnya ahok di Jakarta dan menangnya Ridwan Kamil di Jawa Barat menjadikan posisi seimbamg. Sudah rahasia umat ketika Anis Baswedan adalah produk oposisi dan Ridwan Kamil adalah produk pemerintah. Dan, Jakarta serta Jawa Barat adalah lumbung suara terbesar di indonesia saat ini. Jadi, bersiap dengan drama drama berikutnya.
- Drama Terbentuknya Dua Kubu
Setelahnya, mulai terlihat dan mulai terbentuk yang namanya koalisi. Partai partai mulai menentukan sikap. Sebenarnya bodo amat siapa aja partai yang menjadi pendukung masing masing ya, tapi ternyata hal tersebut tetap jadi drama yang rame banget di bumi Indonesia.
Mulai dari pengkoalisian sampai ke drama penentuan calon wakil presiden. Karena da udah tahu siapa capresnya, jadi riwehnya ke cawapres. Perlu banget sampai 3 bulan penentuan cawapres ini, sampai drama ini membuat para pegiat media sosial mulai jengah. Bukan tanpa alasan, karena portal media di dominasi oleh berita berita itu. Sampai pada akhirnya, Jokowi dan timnya memilih KH Ma’ruf Amin yang menggantikan Mahfud MD yang paling santer di dengar. Sementara Prabowo mengejutkan dengan menarik Sandiaga Uno dari kursi wagub Jakarta sebagai pasanganya. Padahal yang digadang gadang adalah ulama yang akan menjadi pasanganya. Ini malah kebalik. Drama lagi dimulai.
Ini menjadi perbincangan pula karena banya ulama yang akhirnya beda pendapat. Dan startnya adalah dari sini. TGB yang awalnya tim Prabowo, berpaling ke Jokowi yang disusul Ustad Yusuf Mansyur. Sementara tim Ijtima ulama yang terdiri dari Ustad Adi Hidayat, Ustad Abdul Somad dan Aa Gym masih konsisten berada di belakang Prabowo, walaupun baru terbuka memberikan dukunganya di hari terakhir kampanye. Another good strategy!
- Drama Perang Media Sosial
Ini yang terjadi bahkan sampai saat ini. Adu opini dan fakta terus di lakukan oleh dua belah kubu. Sehingga, Ini menjadi keluhan para millenials karena begitu menguasai seluruh media sosial. Sudah rahasia umum ketika thread twitter beberapa kali trending untuk pilpres. Belum lagi berita berita yang tersebar di facebook dan whatss app. Ini yang memang menguji kesabaran, karena tidak semua berita yang di share di media sosial itu benar sesuai fakta.
- Drama Hancurnya Silaturahmi
Hal yang paling terasa oleh diri ini ialah hancurnya silaturahmi antara keluarga, sahabat, rekan kerja, guru dan murid, mahasiswa dan dosen serta antar suku dan masyarakat. Bagi saya, ini pertama kalinya sebuah kontestasi bisa sangat memisahkan satu dan dua pihak. Contohnya banyakkkk. Mungkin yang baca sekarang juga punya kerabat yang akhirnya pa baed baed alias saling menjauh karena ada yang mendukung Jokowi, ada yang mendukung Prabowo. Ada pula dosen dan mahasiswanya yang adu argumentasi di facebook. Padahal sebelumnya mereka berdua akrab. Atau drama di keluarga yang beda opini dan pendapat juga terhadap dua kubu. Ku tak mengerti, mengapa syaiton begitu punya akses kuat untuk membuat manusia manusia di Indonesia saling menjauh.
- Drama Kampanye Hitam dan Hoax
Nah ini salah satu penyebab kenapa banyak yang akhirnya saling menyerang. Yaitu maraknya kampanye hitam dan tersebarnya berita hoax yang membuat banyak orang terpengaruh. Bukan sehari dua hari, tapi setiap menit, kampanye hitam dan hoax menghiasi beranda media sosial kita. Ini sudah terjadi saat belum dilaksanakan kampanye terbuka.
Setelah kampanye terbuka resmi dilaksanakan, drama lagi terjadi. Belum hilang dari ingatan ada kampanye luar biasa besar di GBK oleh Prabowo tanggal 7 april. Jutaan manusia berkumpul dari jam 3 subuh sampai jam 10 pagi. Dilawan sepekan kemudian oleh tim Jokowi dengan konser putihnya yang menggandeng banyak public figure untuk bersama dalam kampanye. What an insane rivalry!
- Drama film “Sexy Killers”
Dalam pilpres 2019, siapapun berhak untuk ambil momentum termasuk kami dalam menulis tulisan ini. Termasuk juga film dokumenter “Sexy Killers” yang sangat sexy karena mampu menjadi pembeda jelang hari pencoblosan. Para millenial dibuat galau karena setelah meninton film ini dua hari sebelum pemcoblosan makin menasbihkan diri untuk golput. Tersurat dalam film tersebut semua capres dan cawapres teelibat sebuah projek yang mendzhalimi rakyat kecil. Sehingga, tidak ada kata maaf dari para millenials untuk setiap kandidat. Kan makin riweh ini mau nyoblos juga. Sampai akhirnya film ini beredar luas, tidak ada yang tahu ke arah mana para millenials berpihak. Wallahualambissawab. Yang pasti mah film ini makin naik, subscribers nambah dan siap dapat uang banyak. Good strategy, anyway!
- Drama Quick Count
Seharusnya hari ini sudah beres semua. Tapi baru mau publish ini tulisan, drama lain terjadi. Yakni drama hasil quick count alias perhitungan cepat. Millenials kembali harus geleng-geleng kepala atas setiap detik yang terjadi hari ini. Beranda media sosial kita diisi dengan hasil quick count di TV yang tidak sesuai dengan hasil quick count media lain. Banyak yang menganggap quick count ini tidak sesuai dengan kenyataan. Sehingga, hingga detik ini media kubu Masih saling claim bahwa mereka pemenangnya. Kami pun lelah dengan semua ini.
Sampai tulisan ini di posting, ternyata drama belum selesai. Seharusnya tulisan ini bisa jadi penutup drama dari semua drama pilpres kali ini. Tapi Allah punya rencana lain agar para millenials tetap bersabar dengan semua kehidupan dunia yang fana ini. Siap?
Hayu ah ngadua ka gusti nu agung
Wassalamualaikum,
0 comments:
Post a Comment